Membaca Koran dan Wawasan

Bagi sebagian orang, membaca koran merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Tanpa melahap koran di pagi hari, serasa ada yang kurang dalam hidup ini.

Membaca koran membuat kita sadar dengan apa yang terjadi dengan lingkungan kita, kota, negara, regional maupun tingkat dunia. Wawasan ini transparan sekali sejauh saya mengamati siaran radio sepasang penyiar. Kalau dulu ada Ida-Krisna, sekarang ada Rafiq dan Putri, Erwin dan Jill, dsb.

Dari siaran mereka, saya menyimpulkan jika wawasan penyiar pria lebih baik dari penyiar wanita. Apakah ini karena penyiar pria lebih suka membaca koran? Saya tidak bisa memastikan.

Dari pengamatan saya, kegiatan membaca koran lebih banyak dilakukan oleh laki-laki. Bahkan di kampus sekalipun, sebagai pusat pengembangan intelektual, mahasiswi yang suka membaca koran bisa dihitung jari.

Sebaliknya, di kalangan bawah sekalipun atau di pedesaan, koran selalu dicari oleh laki-laki. Dengan modal memesan segelas kopi, bapak-bapak di kampung nenek saya di Naman Jahe (dekat Bukit Lawang) rela bergiliran membaca koran di warung. Tak heran, ketika malam tiba, koran sudah lecek dan tak berbentuk lagi.

Pada profesi tertentu, misalnya wartawan, memang tidak ada perbedaan ini. Bahkan seorang wanita seperti Rossiana Silalahi berhasil menjadi pemimpin redaksi di sebuah stasiun televisi yang jurnalisnya pasti kebanyakan pria.

Untuk mengetes wawasan ini, coba tanyakan kepada adik perempuan, istri, ibu, atau teman perempuan Anda pertanyaan sederhana berikut ini. Jika mereka bisa menjawabnya, berarti mereka cukup berwawasan dan suka baca koran (atau minimal mendengarkan ringkasan head line berita koran yang dibacakan penyiar radio).

  1. Berapa skor dalam setiap set pertandingan badminton saat ini?
  2. Berapa zona waktu di Indonesia?
  3. Makassar termasuk zona waktu mana?
  4. Siapa Menteri Pertambangan Indonesia saat ini?
  5. Siapa Perdana Menteri Inggris saat ini?

Seiring dengan perkembangan internet, koran bisa diakses tanpa harus membeli edisi cetaknya. Teman saya banyak yang sudah tidak pernah membeli edisi cetakan ini sejak beberapa tahun yang lalu. Kalau saya, langganan Kompas hanya Sabtu dan Minggu. Sementara hari lainnya, beli di jalan kalau pas berhenti di lampu merah. Itupun tak selalu Kompas, bisa Sindo, Warta Kota atau lainnya.

Di kantor, saya bisa mengakses Detik.com yang selalu diupdate setiap saat. Saya nggak bisa memprediksi sampai kapan koran edisi cetak bisa bertahan. Bagaimanapun juga, kenikmatan membaca edisi cetak tidak bisa digantikan begitu saja oleh edisi digitalnya.

Masalah preferensi pria dan wanita dalam membaca koran? Ehm, mungkin di masa mendatang perempuan akan lebih ‘ingin tahu’ dengan berita di sekitarnya dan menyamai kaum pria dalam hal mengakses berita, baik di media cetak maupun elektronik.

Tapi, hanya wawasan saja memang tidak cukup untuk hidup. Banyak kok orang yang tidak berwawasan tetapi sukses di bidangnya. Sebaliknya, banyak juga orang yang tidak berwawasan, tetapi sukses secara finansial (sekali lagi saya tekankan, finansial). Kalau sukses yang menyeluruh, wawasan merupakan salah satu indikator kesuksesan (menurut saya lho).

7 tanggapan untuk “Membaca Koran dan Wawasan

  1. Yang ini aku no comment bang …
    (yang jelas mengamankan posisi dulu untuk selalu menjadi yang pertama di blog si Abang …)

    Mungkin komentarku …
    Memang lelaki lebih (tampak) suka baca koran … dan
    Wanita lebih (tampak) suka baca majalah …

    Hal umum lelaki mungkin lebih tau
    Tetapi kalo pengetahuan mengenai hal-hal spesifik (sesuai dengan majalah yang mereka baca) pasti wanita lebih ahli …

    (but once again … statement aku ini mungkin salah)

    Mungkin juga, Bos. Lelaki lebih suka yang lebih umum (common sense), sementara perempuan suka yang lebih khusus. Kaleee…

  2. menurut saya,secara “kasat mata”, laki2 terlihat mendominasi membaca koran..padahal real nya tidak selalu. Mengapa kita bisa berpersepsi seperti itu? karena laki2 membaca koran dengan cara diangkat dengan kedua tangan sehingga terlihat dan membacanya di tempat terbuka, sedangkan perempuan kebanyakkan membaca koran dengan meletakkannya diatas meja dan berada di dalam ruangan.(coba aja survei..hehehe)

    iya deh, nanti saya survei kecil2an.

  3. Saya selalu kagum dengan nenek suami saya, sampai meninggal di usia 90 tahun, dia selalu membaca koran dan melihat berita di TV. Kalau dia ketemu artikel yang cocok untuk anak/cucunya, dia gunting dan kirimkan. HEBAT!!
    Tapi di satu pihak itu adalah satu-satunya cara dia menghabiskan waktu di usianya yang sudah tua, yang sulit untuk pergi ke mana-mana. Yang pasti di Jepang pun wanita tidak ada yang buka koran lebar-lebar di dalam kereta, sedangkan prianya? bukan koran saja…kadang-kdang majalah porno pun dibuka lebar-lebar…huh.

    Seharusnya, wanita Indonesia lebih banyak baca koran dan nonton berita daripada sinetron. Tapi mungkin juga perbedaan hormon ya? Dan hormon saya yang salah sehingga saya tidak suka nonton sinetron, shopping, fashion, makeup, ngegosip artis dll dll.

    “Ayo, perempuan Indonesia, kalian harus sering baca koran. Jangan nonton sinetron melulu,” kata bu Imelda.
    Disambit pake sumpit sama ibu Imelda. He he…

  4. saya juga sudah mengurangi berlangganan koran versi cetak, mas azwan. kalau butuh informasi tinggal minta bantun om google. klik, wew… sudah tersaji beragam info yang saya butuhkan. btw, saya kok belum bisa memastikan benar apakah memang bener yak, kaum perempuan lebih rendah tingkat baca korannya ketimbang kaum pria? memang sih, fenemona keseharian tampak seperti itu. koran di sekolah tempat saya mengajar pun lebih sering diserbu guru pria ketimbang guru perempuan, hehehehe 😆

    wah, lama2 penerbit koran edisi cetak bisa gulung tikar ya Pak?
    Mungkin LSI bisa melakukan “Quick Count” atau Hitungan Sekejap. Tapi kurang kerjaan banget mereka?
    Makasih udah mampir lagi, Pak.

  5. Her .. kaya’nya kemaren abang sudah kirim komentar disini, tapi koq ga ada ya? apa di delete / dimoderasi .. waktu itu abang tulis bahwa perempuan juga membaca koran, hanya saja dalam bentuk lain misalnya tabloid.

    Apakah berita itu identik dengan koran ya?? apakah majalah seperti Tempo, Detik dan sebagainya tidak dapat disamakan dengan berita? Gitu aja ya. Mudah2an .. komentar ini ga hilang lagi.

    Wah, maaf kalau komen dari Abang hilang. Saya tidak pernah memoderasi lho…
    Syukurlah yang ini nggak hilang.
    Intinya sih bukan koran atau bukan, tapi pada materinya: berita atau gosip.
    Kalau majalah seperti Tempo, Detik, dll pasti banyak unsur beritanya, dan perempuan biasanya agak ogah membacanya.
    Makasih sudah meramaikan blog ini lagi, bang.

  6. saya jarang sekali baca koran padahal termasuk yang berlangganan… bosan… jarang jarang saja luangkan waktu kalau memang ada yang menarik dan baru…

    kadang2 puasa tidak baca koran juga merupakan terapi. kata erbe sentanu, untuk membesihkan hati dan otak kita dari pikiran negatif, kita dianjurkan puasa baca koran dan menonton berita (apalagi yang negatif) selama dua sampai tiga bulan…terima kasih sudah mampir.

Tinggalkan komentar